Rabu, 03 Desember 2008

Tasawuf dan Pornografi

Oleh DIDIK HARDIONO

Seorang guru spiritual berjalan dengan muridnya di hutan. Tiba- tiba mereka menjumpai seorang wanita muda nan cantik tergeletak di bawah pohon. Setelah diteliti, wanita itu pingsan banyak kehabisan darah karena luka di paha. Sang guru bertanya kepada si murid, "Apa yang kita lakukan?"

Si murid terdiam sejenak, lalu berucap, "Kita bukan muhrimnya, kita harus segera mencari seorang wanita lain untuk menolongnya." Sang guru menghardik, "Cepat cari dedaunan untuk menghentikan perdarahan." Sang guru lantas membersihkan luka-lukanya. Sebelum meninggalkan sang guru membersihkan luka di paha wanita itu, si murid sempat melotot melihat wanita yang terluka itu.

"Apa yang kaulihat? Cepat kau cari daun untuk obat sebelum luka wanita ini lebih parah!" kata sang guru. Singkat cerita, sang guru selesai mengobati wanita itu.

Sang guru dan si murid meneruskan perjalanannya. "Guru telah berdosa besar!" kata si murid memprotes gurunya. "Guru mengajarkan bahwa kita dilarang melihat apalagi menyentuh wanita bukan muhrim," katanya melanjutkan.

Sang guru menjawab, "Kamu yang berdosa besar sebab di dalam pikiranmu sampai saat ini masih terbayang-bayang kemulusan wanita itu."

Kisah tadi mewakili dua kubu yang saling bertolak belakang. Pertentangan seperti ini mewakili pula kelompok-kelompok yang menyikapi Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Tulisan ini ingin mempersoalkan artikel Suwardi Muhammad, Pornografi di Kawasan Sufi (Kompas Jatim, 10/3). Memang sangat menarik, pornografi dilihat dari sisi tasawuf.

Sebetulnya bagi para santri (sufi) yang semakin mendalami tasawuf, batas fisik (fana) bukanlah dunia yang diminati. Terawang batinnya telah terlatih melihat sesuatu yang lebih kekal, kedamaian, dan kebahagiaan lebih abadi. Seorang sufi yang "menjadi" pasti telah sekian lama terlatih puasa, shalat malam, zikir, dan senantiasa mendekatkan diri serta mengikatkan jiwanya pada Tuhan. Ketika melihat suatu persoalan, ia akan mencernanya secara bijak, bukan lagi nafsu yang berbicara bahkan untuk isu pornografi itu.

Misalnya, bila dihadapkan pada wanita cantik yang menggoda, ia akan melihat apa adanya dahulu tanpa terpengaruh hawa nafsu. Ketika merasa godaannya belum berhasil, si wanita meliukkan tubuhnya membangkitkan nafsu. Sang sufi itu memandangnya dengan tenang dan tidak terpengaruh. Justru si wanita makin penasaran.

Sang sufi yang sangat akrab dengan dunia tasawuf hanya tersenyum. Ia sudah biasa "bermain" dengan godaan (bisikan) setan melalui jin dan manusia. Akhirnya sang sufi berkata, "Di balik cantik wajahmu, tubuh menggiurkan, tetapi engkau hanya tengkorak dan tulang belulang setelah dagingmu habis disantap belatung. Tulangmu akan kering dan sirna diempaskan angin."

Ungkapan sufistik itu sulit dipahami orang awam. Sering kali ia berpuisi untuk mengungkapkan kata hati. Kata-kata sufi tadi terinspirasi firman Tuhan, "Semua yang ada di bumi akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan (QS 55:26)".

Dunia tasawuf sangat menarik dikaji dan dilakoni. Sebagian pesantren memberikan pelajaran tasawuf. Namun karena amat sulit, sebagian besar pesantren lainnya memberikan pelajaran fikih dan hukum syariat lainnya.

Dunia tasawuf bukan lagi dunia terukur. Misalnya zakat, ia tidak menetapkan sebesar 2,5 persen tetapi sudah 100 persen bahkan lebih. Ia pun tabu menerima honor untuk ceramahnya, apalagi mempunyai manajemen yang terkesan bisnis dan menjual ayat Tuhan dengan harga murah.

Ciri dunia tasawuf yang benar adalah jiwa yang tenang karena "Hai jiwa yang tenang, kembalilah pada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hambaKu, dan masuklah ke surga-Ku (QS 89:27?30)".

Andai setiap anak bangsa berjiwa tenang dan berhati bersih sebelum memutuskan sesuatu, pasti RUU APP tidak menjadi konflik. Liberalisasi pornografi dan pornoaksi akan lebih afdol "dilawan" dengan komunitas sufi yang membumi dan menyebar ke segala penjuru kehidupan serta kegiatan sosial.

Jiwa yang tenang menjadi cita-cita utama manusia. Jika komunitas sufi secara benar menampilkan dunia tasawuf agar lebih menarik, pasti banyak orang mempelajarinya. Perlahan tetapi pasti, RUU APP secara ikhlas tidak pernah ada karena pornografi tidak akan pernah ada lagi. Insya Allah.

Tidak ada komentar: